daunlontarku

Saturday, May 2, 2009

Pendidikan Gratis untuk Anak Indonesia, Selamat Hari Pendidikan!

Semangat Hari Pendidikan kali ini tampaknya kalah pamor dengan “launching” koalisi besar beberapa partai politik yang berujung pada pengakuan lugas sepasang calon presiden dan calon wakil presiden. Entah ke arah mana pendidikan akan diusung oleh para calon presiden tersebut. Apakah akan semakin menuju eskluvitas atau akan berangsur membukan jalan lebih ramah kepada kaum miskin.

Siapa yang tidak kenal Ki Hajar Dewantara, sang penggagas kemandirian pendidikan Indonesia. Bermula dari sebuah Taman Siswa yang dibangun dengan alasan agar pribumi mendapatkan pendidikan seperti halnya kaum inlander (keturunan Belanda) maupun kaum totok (asli Belanda). Taman siswa berdiri dengan prinsip dasar Ing Ngarso Sung Tulodo (di depan kita memberi contoh), Ing Madya Mangun Karso (di tengah membangun prakarsa dan bekerja sama), Tut Wuri Handayani (di belakang memberi daya-semangat dan dorongan) selayaknya kembali mengingatkan kita akan hakekat pendidikan itu sendiri.

Pendidikan yang pada mulanya dirintis dengan prinsip kesamarataan hak warga negara (pada waktu itu pribumi) kini mulai bergeser pada eksklusifitas. Pendidikan kian hari kian terasa semakin sulit dienyam oleh rakyat kecil. Tidak sulit untuk menjadi pintar bagi saudara-saudara yang cukup memiliki uang, tapi alangkah sungguh sulit hanya untuk lulus SMP bagi seorang S (putri seorang penjaga keamanan Dago Resort, Bandung). Berbagai lika-liku birokratisasi pendidikan harus ditempuh setelah SMP tempatnya bersekolah harus tutup, mulai dari belajar bersama bekas ibu guru di rumah kontrakannya, berurusan dengan dinas pendidikan hanya agar bisa lulus dalam kejar paket B. Pernahkah terbayangkan oleh Anda bahwa kondisi demikian masih banyak sekali ditemukan di kota Bandung yang terkenal dengan sebutan “kota pendidikan”.

Keprihatinan akan pendidikan Indonesia mungkin juga jelas dapat disimak dalam novel dan film layar lebar “Laskar Pelangi”. Kejadian itu terekam dalam rentang waktu sekitar tahun 1972 hingga sekitar tahun 80-an, tapi fenomena semacam itu masih sangat faktual dalam kondisi saat ini. Setidaknya tahun 2007 saya masih melihat sebuah bangunan SMP di desa Ulak Embacang (Sumatera Selatan) yang jauh lebih memprihatinkan dari pada gedung SD Muhammadiyah di desa Gantong. Kondisi ini sungguh memprihatinkan karena lokasi SMP itu berada di tengah salah satu ladang gas terbesar di Indonesia.

Tidak sulit bagi kaum berpunya untuk mendapatkan pendidikan, bahkan pendidikan berkualitas. Kalau tidak lulus di sekolah negeri “favorit” bisa bersekolah di sekolah swasta terbaik atau bahkan bisa sekolah di luar negeri. Sangat berbeda dengan saudara-saudara yang kurang beruntung, sekolah sungguhlah sulit (bisa dilihat contohnya pada film layar lebar “Denias”).

Problematika pendidikan indonesia tidak hanya terhenti pada tingkat keterenyaman pendidikan saja, berbagai permasalah kurikulum yang kerap silih berganti, sistem standardisasi yang “dipaksakan”, sistem internasionalisasi “yang tidak jelas akan bermuara ke arah mana”, kesejahteraan para guru, metodologi pendidikan, DAN LAIN-LAIN!

Sekolah di Indonesia harusnya dikembalikan kepada prinsip dasar pendidikan yang telah dirintis oleh Ki Hajar Dewantara sejak 3 Juli 1922 itu, sekolah untuk semua kaum PRIBUMI (bukan hanya untuk putra bupati, inlander, maupun totok saja) seperti yang diamanatkan dalam pasal 31 UUD 1945 (amandemen pun tampaknya masih memuat pasal tersebut).

Adalah satu titipan, kepada bapak-bapak wakil rakyat di parlemen dan terlebih lagi pada calon pemimpin negara ini untuk periode lima tahun ke depan (siapapun ANDA) yang sedang ramai dibicarakan belakangan ini untuk mencengramkan jejaring keterenyaman pendidikan ini pada SELURUH RAKYAT INDONESIA, GRATIS!
Bangsa Indonesia jelas adalah bangsa yang belum selesai, belum selesai mengenyam kemerdekaan “seutuhnya”, belum selesai “menyejahterakan rakyatnya”, belum selesai “ menyehatkan rakyatnya”, belum selesai. Lantas, kapan selesainya ????



Viva kemandirian Bangsa Indonesia!

Lely Fitriyani
Pelajar yang sedang menikmati pendidikan gratis di Norwegia

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home